Bungo  

GEOPARK MERANGIN JAMBI BUKAN PROYEK SIMBOLIS TETAPI PROGRAM DUNIA

Bmcnews.id,Jambi-Geopark Merangin Jambi lahir dari pertemuan panjang antara bumi yang bekerja dalam sunyi dan manusia yang belajar membaca jejaknya. Di bantaran Sungai Merangin, di hamparan alam Sungai Manau, hingga kaldera Masurai yang menyimpan memori letusan purba, kita menemukan bukan hanya batuan, fosil, air terjun, dan danau vulkanik melainkan “kamus” besar yang menerjemahkan sejarah bumi ke dalam bahasa yang bisa dirasa dan dipahami. Ketika UNESCO menetapkan Merangin Jambi sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) pada 24 Mei 2023, dengan luasan 4.832,31 km², penetapan itu bukan stempel seremoni; ia adalah undangan agar masyarakat, pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, dan komunitas global menenun masa depan bersama dengan benang pengetahuan, pelestarian, dan kesejahteraan.

Esensi geopark selalu bersifat ganda, merayakan warisan bumi sekaligus menyejahterakan komunitas. UNESCO menyebutnya sebagai “Celebrating Earth Heritage, Sustaining Local Communities” sebuah motto yang mengikat geopark pada tiga pilar : konservasi geowarisan (geoheritage), pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan berbasis masyarakat. Geopark bukan museum ia Adalah laboratorium hidup tempat sains, budaya, dan ekonomi lokal saling memperkuat dalam praktik sehari-hari. Dalam kerangka itu, Merangin Jambi relevan bukan karena “kebaruan” branding, melainkan karena kemampuannya menautkan manfaat nyata bagi warga desa, kabupaten, provinsi, hingga dunia. Manfaat yang berpijak pada teori terbaru tentang geopark, geoturisme, geodiversitas, dan solusi berbasis alam serta menggambarkan bagaimana Merangin Jambi membuktikan bahwa ia bukan proyek simbolis, melainkan program dunia. MANFAATNYA bisa dirangkum melalui empat “variabel kesejahteraan” lintas skala Adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Bagi Masyarakat Desa.
Di desa-desa sekitar site, geopark memicu ekonomi mikro yang tidak menuntut modal raksasa, homestay berbasis rumah warga, kuliner lokal dengan kisah bahan dan teknik memasaknya, kerajinan yang mengambil inspirasi dari motif fosil atau alur sungai, jasa pemandu dan logistik arung jeram. Pendekatannya Adalah bagaimana menjaga agar lanskap tetap produktif dan aman, bantaran sungai direstorasi, jalur pendakian diberi drainase alami, kawasan karst dilindungi dari aktivitas yang merusak. Pendidikan berbasis situs field class, citizen science, klub sains anak akan menumbuhkan kebanggaan dan literasi sains; anak-anak tumbuh sebagai “duta bumi” yang mengerti risiko dan peluang di kampungnya. Dengan demikian, pendapatan meningkat, risiko berkurang, dan identitas terjaga.

Di tingkat desa, geopark mengubah lanskap peluang tanpa mengubah jati diri. Ketika jalur interpretasi dibangun mengikuti alur sungai, ketika pemandu warga dilatih menceritakan fosil flora Permian di tepian arung jeram, ketika homestay bersandar pada kehangatan sapaan ibu-ibu kampung dan sarapan dari kebun sendiri, nilai tambah merembes pelan ke dapur-dapur rumah. Geoturisme pariwisata yang berakar pada fitur geologis dan lanskap memberi panggung bagi pengetahuan lokal, kerajinan, dan kuliner sebagai “aktor utama”, bukan figuran. Berbeda dengan pariwisata massal yang mudah terjebak pada ekstraksi cepat, geoturisme menuntut kualitas interpretasi, pembatasan daya dukung, dan siklus manfaat yang lebih merata di komunitas. Dalam literatur, geoturisme dipahami sebagai pendekatan pariwisata yang berpusat pada nilai geologi/landskap dengan penekanan pada pendidikan, konservasi, dan keterlibatan warga—bukan sekadar paket singgah dan swafoto.
Manfaat di desa terasa pada tiga “ruang”: pendapatan, pengetahuan, dan martabat. Di ruang pendapatan, warung kopi dekat pintu masuk jalur trekking memperoleh pelanggan baru; pengrajin bambu memproduksi suvenir berlabel geoproduk; karang taruna membuka jasa penyewaan pelampung arung jeram dan pemandu mikro. Di ruang pengetahuan, anak-anak belajar bahwa batu di halaman sekolah menyimpan cerita samudra purba; guru-guru mengajak murid meneliti aliran sungai setempat sambil membahas risiko longsor dan banjir. Di ruang martabat, warga merasa “ikut memiliki” karena geopark mengakui tradisi, bahasa, dan kearifan setempat sebagai bagian dari narasi besar bumi. UNESCO sendiri menekankan pendidikan lintas usia dan pelibatan komunitas serta perempuan—bahwa geopark harus menjadi platform pemberdayaan, bukan sekadar papan nama.

2. Manfaat Bagi Kabupaten.
Kabupaten mengonsolidasikan tata ruang yang peka geologi, zona rawan longsor dipetakan ulang, jalur evakuasi bencana dipadukan dengan rute wisata, dan standar bangunan di lereng disesuaikan dengan karakter geoteknik. UMKM tumbuh dalam klister, kuliner, kerajinan, jasa wisata, dan konten kreatif. Layanan publik ikut terdorong, kebersihan, keselamatan arung jeram, transportasi local, karena masuk indikator revalidasi. Kabupaten juga membangun reputasi sebagai “kabupaten belajar” yang rutin menjadi lokasi lokakarya internasional geopark dan riset kolaboratif. Mekanisme green/yellow/red card mendorong disiplin, sehingga program tidak kendor selepas peresmian.

Pemerintah kabupaten memiliki instrumen kebijakan untuk menjahit rencana tata ruang, pengurangan risiko bencana, dan ekonomi kreatif di bawah payung geopark. Jalur antar-site dapat dipadukan dengan perbaikan akses pertanian; pusat informasi geopark menjadi simpul data kebencanaan dan cuaca; kalender event geokultural menyatukan festival arung jeram dengan pasar hasil kebun dan pameran kerajinan. Efek pengganda (multiplier) terbentuk ketika usaha kecil menengah masuk mata rantai pasok geopark: kuliner, transportasi lokal, pemandu, perajin, content creator, hingga koperasi perempuan. Dari sisi kelembagaan, kabupaten dapat menggunakan standar-standar UNESCO Global Geopark sebagai “rambu” tata kelola: manajemen yang punya legalitas, rencana kerja yang disepakati lintas pemangku kepentingan, dan program pendidikan publik yang menghindari jargon teknis agar sains terasa dekat.

Kabupaten juga memperoleh disiplin kualitas melalui mekanisme revalidasi setiap empat tahun. Geopark yang mempertahankan kinerja akan memperoleh “green card”; yang perlu perbaikan akan menerima “yellow card” dengan tenggat dua tahun, dan jika tidak berbenah, status UGGp dapat dicabut (“red card”).

Mekanisme ini memastikan bahwa Merangin Jambi tidak berhenti di pelantikan, melainkan terus berproses, mengevaluasi diri, dan memperbaiki pelayanan public, dari penataan sampah di site kunjungan hingga kurikulum interpretasi di lapangan.

3. Manfaat Bagi Provinsi.
Provinsi mendapatkan poros narasi pembangunan yang kuat, Provinsi Jambi sebagai daerah yang tidak hanya elok, tetapi cerdas secara geologi. Branding ini membedakan Jambi di peta destinasi Sumatra, wisatawan minat khusus datang lebih lama, membelanjakan lebih banyak, dan menyebar ke kabupaten/kota lain. Di sektor pendidikan, geopark memicu lahirnya program studi dan pusat riset interdisipliner; di sektor ekonomi, ia memperluas pasar untuk produk kreatif dan agroforestri yang selaras dengan konservasi. Di sektor kebijakan, provinsi mengintegrasikan pelajaran geopark ke dalam strategi adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, menjadikan geodiversitas sebagai variabel penentu bukan variabel pelengkap.

Keterkaitan dengan SDGs memperkuat akses kolaborasi lintas kementerian/lembaga dan lembaga internasional. Di tingkat provinsi, Merangin Jambi adalah jangkar identitas dan laboratorium kebijakan. Jambi memiliki portofolio destinasi yang kuat (dari pesona pegunungan Kerinci hingga lanskap rawa dan sungai). Geopark menambah dimensi “pengetahuan” pada portofolio itu, ia bukan sekadar destinasi, ia kerangka kerja untuk menyatukan konservasi, pendidikan, dan ekonomi. Dengan menyelaraskan strategi geopark dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD 2025-2029), provinsi bisa menempatkan geodiversitas sebagai fondasi kebijakan, penataan ruang yang adaptif pada bahaya geologi, pemanfaatan material lokal yang bijak, dan penguatan ekonomi kreatif berbasis budaya geologis.
Di ranah pendidikan tinggi, kampus-kampus Jambi mendapatkan “kelas terbuka” seluas 4.800-an kilometer persegi untuk riset kebumian, kebencanaan, perubahan iklim, arkeologi, budaya, hingga ekonomi pariwisata. Kolaborasi triple helix, pemerintah, perguruan tinggi, dan industri—lebih mudah bertemu karena geopark menyediakan bahasa bersama: tujuan berkelanjutan. Pada saat yang sama, provinsi dapat menarasikan geopark sebagai bagian dari kontribusinya pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs): pengentasan kemiskinan melalui pengurangan risiko bencana (Target 1.5), pendidikan berkualitas (SDG 4), pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (SDG 8), aksi iklim (SDG 13), hingga kemitraan (SDG 17). UNESCO telah merumuskan bagaimana UGGp berkontribusi langsung pada berbagai target SDGs melalui pendekatan bawah-atas (bottom-up), pendidikan, dan penguatan resiliensi.

4. Manfaat Bagi Dunia.
Merangin Jambi menyumbangkan “pengetahuan unik” tentang flora Permian dan lanskap vulkanik tropis yang masih aktif proses. Pengetahuan ini berguna untuk sains global dari paleobotani, tektonik purba, hingga dinamika kaldera tropis. Sebagai bagian jejaring UGGp, Merangin Jambi ikut mengedarkan metodologi interpretasi, model pemberdayaan perempuan, dan desain geoproduk yang menghormati kearifan lokal. Pada gilirannya, Merangin Jambi menjadi contoh bagaimana Global South memimpin inovasi geopark, mengaitkan konservasi dengan penghidupan warga, membumikan sains melalui budaya, dan menata pariwisata agar tidak melampaui daya dukung. Merangin Jambi berperan sebagai node dalam jaringan pengetahuan global. Hingga Juni 2025, terdapat 229 UNESCO Global Geoparks di 50 negara. Masuknya Merangin Jambi ke jaringan ini berarti akses ke praktik terbaik, program pertukaran, dan kolaborasi penelitian lintas batas. Jaringan ini mempercepat difusi ide dari standar interpretasi, manajemen pengunjung, hingga model bisnis bagi UMKM seraya menjaga kualitas melalui evaluasi periodik. Ini juga berarti Merangin Jambi Bukan Hanya Belajar Dari Dunia; Dunia Belajar Dari Merangin Jambi Tentang Fosil Flora Permian yang unik dan tentang bagaimana komunitas sungai menata geoturisme yang inklusif.

Agar manfaat itu terjaga, Merangin Jambi perlu berpijak pada teori-teori mutakhir yang hari ini memandu praktik geopark dan pengelolaan lingkungan Adalah sebagai berikut :

Pertama :
Geodiversitas sebagai fondasi. Ilmu terbaru menegaskan bahwa geodiversitas ragam batuan, mineral, fosil, bentuklahan, tanah, dan proses abiotic adalah panggung yang memungkinkan keanekaragaman hayati tumbuh. Kebijakan yang memperlakukan geodiversitas hanya sebagai “latar foto” berisiko mengabaikan fungsi ekologisnya: mengatur aliran air, menyimpan karbon dalam tanah tertentu, atau menyediakan mikrohabitat unik. Dengan menempatkan geodiversitas sebagai basis perencanaan, Merangin Jambi dapat merancang konservasi yang lebih presisi: misalnya, menjaga mosaik tanah dan bentuklahan yang menopang vegetasi endemik, atau memetakan potensi bahaya geologi yang berkaitan dengan dinamika lereng dan sungai. Literatur kebaruan menunjukkan semakin kuatnya hubungan kausal—bahwa variasi abiotik memfasilitasi keragaman hayati—dan karena itu layak dijadikan indikator perencanaan lanskap.

Kedua :
Geoturisme sebagai pendekatan, bukan sekadar label. Riset oleh Dowling & Newsome menempatkan geoturisme sebagai pendekatan yang menekankan edukasi, konservasi, pengalaman autentik, dan keterlibatan komunitas—membedakannya dari paket wisata massal. Implementasinya menuntut interpretasi yang cermat (papan informasi, pemandu terlatih, pusat informasi) dan manajemen daya dukung (kuota pengunjung pada musim tertentu, jalur satu arah untuk mengurangi erosi, SOP keselamatan arung jeram). Di Merangin Jambi, ini berarti pilihan desain yang “memperlambat” wisatawan agar mereka tinggal lebih lama, belajar lebih dalam, dan membelanjakan lebih banyak di usaha lokal—alih-alih berbondong-bondong datang, memadati satu spot, lalu pergi tanpa interaksi berarti.

Ketiga :
Solusi Berbasis Alam (Nature-based Solutions/NbS) sebagai kerangka adaptasi dan mitigasi. IUCN mendefinisikan NbS sebagai aksi melindungi, mengelola secara berkelanjutan, dan merestorasi ekosistem untuk menjawab tantangan sosial—mulai dari iklim, bencana, air, hingga ketahanan pangan—dengan manfaat serempak bagi manusia dan alam. Dalam geopark, NbS bisa berarti merestorasi vegetasi riparian di sepanjang sungai arung jeram untuk menahan erosi, mengatur debit, dan menjaga kualitas wisata; memulihkan lahan karst dari penambangan liar dengan revegetasi dan pengendalian akses; atau mengelola mosaik agroforestri di desa-desa buffer zone sebagai penyangga iklim mikro. NbS juga mengamankan “aset” geowisata: tanpa riparian yang sehat, jalur arung jeram cepat rusak; tanpa tutupan vegetasi yang tepat, longsor menutup akses site; tanpa pengelolaan air, kualitas pengalaman menurun.

Keempat :
Tata kelola berjejaring dan evaluatif. UGGp mewajibkan pengelolaan dengan badan hukum yang diakui, rencana terpadu, kemitraan lintas otoritas, dan keanggotaan aktif di Global Geoparks Network. Penekanan pada pendidikan publik, pemberdayaan perempuan, dan kolaborasi lintas disiplin memperlihatkan bahwa geopark adalah proyek sosial-sains, bukan proyek fisik semata. Revalidasi empat tahunan memastikan siklus belajar-memperbaiki berjalan; “kartu” hijau-kuning-merah membentuk kultur akuntabilitas. Bagi Merangin Jambi, sistem ini menjadi “jaminan mutu” yang memperkuat legitimasi di mata investor sosial, donor riset, dan pasar wisata minat khusus global.

Kelima :
keterkaitan geopark dengan agenda global. Dengan bergabung di jaringan UGGp, Merangin Jambi ikut menambah mosaik geopark dunia yang kini tersebar di 50 negara. Jejaring ini mempercepat transfer pengetahuan tentang mitigasi perubahan iklim, edukasi kebencanaan, dan konservasi berbasis komunitas—seraya menempatkan Merangin Jambi di peta kolaborasi internasional. Ini bukan semata prestise; ia membuka akses ke pendanaan, riset, dan promosi global yang sulit diraih sendirian.

Agar Merangin Jambi tetap menjadi “PROGRAM DUNIA”, ada beberapa prinsip implementasi yang sejalan dengan teori dan standar terbaru :

Pertama :
Interpretasi yang mengubah rasa ingin tahu menjadi kepedulian. Papan informasi, pemandu, dan pusat interpretasi harus menuturkan sains dalam bahasa sehari-hari, menghindari jargon yang membuat publik menjauh. UNESCO menekankan bahwa geopark harus memudahkan orang mencintai sains lewat pengalaman entah itu “Fossil Fun Day” untuk anak, tur malam bertema langit gelap, atau lokakarya membuat batik motif fosil. Prinsip ini membuat setiap kunjungan menjadi pelajaran hidup tentang waktu geologis, dinamika sungai, dan tanggung jawab manusia.

Kedua :
NbS sebagai SOP lanskap. Manajemen jalur trekking, arung jeram, dan zona karst menjadikan solusi berbasis alam sebagai standar: vegetasi bantaran untuk penahan erosi, pengelolaan air hujan di jalur, pemulihan area terdegradasi dengan spesies lokal, hingga desain fasilitas yang menyatu dengan kontur. Pengukuran manfaat dilakukan lewat indikator ekologi (stabilitas lereng, kualitas air), sosial (kepuasan warga dan wisatawan), dan ekonomi (pendapatan UMKM) karena NbS dinilai dari multi-manfaatnya, bukan dari satu angka saja.

Ketiga,
Ekonomi kreatif yang menghormati geodiversitas. Geoproduk bukan sekadar suvenir; ia medium pendidikan. Motif pada kain, ukiran kayu, atau keramik menceritakan fosil, alur sungai, dan bentuklahan setempat. Nilai tambah lahir dari cerita yang benar secara ilmiah namun mengalir secara budaya. Riset menunjukkan geopark yang berhasil biasanya menemukan “bahasa desain” yang khas menghubungkan sains dengan estetika lokalsehingga produk punya keunikan di pasar global.

Keempat,
Akuntabilitas melalui revalidasi dan data terbuka. Setiap tahun, pengelola merilis laporan kinerja: jumlah pemandu yang dilatih, UMKM yang terhubung, indikator kebersihan site, pengurangan timbulan sampah, respondarurat arung jeram, dan capaian edukasi sekolah. Data ini bukan hanya syarat UGGp; ia bahan belajar bersama dan alat untuk mengundang partisipasi publik. Sistem green/yellow/red card menuntun perbaikan berkelanjutan, membuat semua pihak “siaga mutu”.

Kelima,
Kolaborasi lintas batas ilmu, budaya, dan pasar. Merangin Jambi dapat bertukar program dengan geopark lain: residensi seniman-saintis, kemitraan sekolah, hingga rute geoturisme tematik Nusantara. Di level kebijakan, provinsi dan kabupaten memanfaatkan jaringan GGN untuk benchmarking dan promosi. Dunia kini bergerak cepat; yang menjaga Merangin Jambi tetap relevan adalah kemampuan menjadi pembelajar aktif dalam komunitas global geopark.

Pada akhirnya, argumen terkuat bahwa Geopark Merangin Jambi bukan proyek simbolis justru ada pada dinamika sehari-hari: ketika ibu-ibu desa menghitung penghasilan tambahan dari katering homestay; ketika siswa SD menemukan fosil daun di batu dinding kelas dan bertanya “berapa umur Bumi?”; ketika pengrajin merancang pola baru yang terinspirasi alur Sungai Merangin; ketika pemandu lokal mengoreksi dengan santun mitos yang menyesatkan dan menggantinya dengan penjelasan ilmiah yang membangkitkan rasa kagum; ketika pemerintah kabupaten memutuskan memperbaiki drainase jalur pendakian sebagai bagian dari strategi pengurangan risiko bencana; ketika peneliti dari universitas manapun datang, dan pulang dengan kagum karena warga mampu menjadi co-researcher. Momen-momen kecil itu, bukan seremoni, yang membangun program dunia.

Di panggung global, Merangin Jambi berdiri bukan karena ingin dikenal, tetapi karena punya sesuatu untuk dibagikan: cerita lengkap tentang bagaimana geodiversitas menopang kehidupan, bagaimana ilmu dan budaya bisa berdansa, bagaimana pembangunan tidak harus merusak fondasi bumi yang sama-sama kita pijak. Dan karena status UGGp datang dengan kewajiban menjaga mutu dan belajar terus, Merangin Jambi berjanji, melalui revalidasi berkala, bahwa program ini akan tetap hidup, relevan, dan bermanfaat lintas generasi.

Dalam jaringan geopark dunia yang terus bertumbuh, Merangin Jambi adalah simpul penting dari Indonesia bagian dari dua belas geopark yang kini diakui UNESCO yang menambah warna pada atlas geodiversitas global sekaligus menjadi lokomotif pembelajaran untuk kawasan. Maka sebutan “PROGRAM DUNIA” bukan retorika, itu deskripsi yang akurat: program yang menghubungkan desa dengan planet, kabupaten dengan jaringan global, provinsi dengan agenda SDGs, dan warga dengan sains. Di sinilah masa kini bertemu masa geologi; di sinilah Merangin Jambi mengajarkan kita untuk berjalan pelan, membaca jejak, dan pulang dengan hati yang lebih penuh.

Referensi :

1. Unesco. (2023). Unesco Global Geoparks.
2. Dinas Pariwisata Kabupaten Merangin. (2023). Laporan Tahunan.
3. Badan Pengelola Mjuggp. (2023).
4. Kontribusi Uggp Pada Sdgs; Geoturisme Sebagai Pendekatan;
5. Kutipan Literatur Ilmiah Yang Relevan Lainnya.(Bnews)

Oleh : Dr. Fahmi Rasid.
Sekretaris PUSDIKLAT L.A.M Provinsi Jambi.

Sumber : Diskominfo Provinsi  Jambi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *